TENTANG “BRIGEZ”


BRIGEZ adalah sebuah perkumpulan minoritas remaja yang lahir dan berkembang pertama kali di Kota Bandung. Seiring berjalannya waktu, Brigez mulai dikenal publik, jejaringnya pun makin meluas dan merambat ke berbagai daerah diJawa Barat.

Pada bulan Januari 2009, saat saya nulis blog ini, organisasi berlambangkan kelelawar hitam yang sangat saya cintai ini lagi merayakan hari jadinya yang entah keberapa. Maaf lupa! Yang jelas, mungkin sudah terbilang cukup tua untuk kalangan organisasi motor di Kota Kembang ini. hehe.

Konotasi negatif pasti bakal muncul di pikiran setiap orang, saat mendengar nama perkumpulan kami ini. Tapi, buat saya sama sekali nggak! Bagaimanapun buruknya citra mereka di mata masyarakat, walaupun eksistensi mereka sebagai bagian dari komunitas motor telah diabaikan, buat saya, BRIGEZ tetaplah organisasi terhormat yang memiliki kelas tersendiri di antara komunitas motor lainnya yang ada di Kota Bandung.

Berhubung bulan Januari ini merupakan suatu moment bersejarah buat organisasi yang secara langsung atau gak telah membentuk pribadi saya seperti yang sekarang, gak ada salahnya juga kalau saya mau coba flash back. Ya … Flash back pada suatu hari di sekitar tahun 2003/2004 yang lalu. Saat-saat pengembangan jati diri, saat pembentukan karakter, dan saat dimulainya kehidupan saya sebagai salah satu keluarga, dari ribuan anggota Brigez lain yang bersemayam di Paris Van Java …

Brigez Pasone (sebuah pemberontakan minoritas remaja)

APA diantara kalian semua pernah ngerasain punya sahabat yang dipukulin, dibacok dan ditusuk sampai sekarat, tapi kita sendiri mati kutu dan gak bisa berbuat banyak? Apa diantara kalian semua pernah ngerasa dendam akibat organisasi yang telah kalian kembangkan dengan susah payah, di hancurkan dan dibubarkan kelompok lain? semoga saja nggak!!!

Namun, setidaknya hal itu merupakan sebagian kecil dari tragedi yang pernah saya dan teman-teman rasakan ketika mencoba mendirikan organisasi minoritas di Pasone: Brigez.

Sangat beruntung ketika saya bertemu dengan beberapa sahabat SMA, yang kebetulan punya misi yang sama waktu itu. Mereka juga adalah minoritas orang yang cukup berjasa, hingga Brigez sempat berdiri di lingkungan Pasone (SMA Pasundan 1). Padahal, tempat kami mengenyam pendidikan itu, telah lama terkenal sebagai sarang dari geng motor XTC (Exalt to Coitus).

Dengan kata lain, orang lain pasti akan beranggapan: “merupakan suatu hal yang mustahil untuk bisa mendirikan perkumpulan baru di lingkungan itu”. Apalagi bila dihubungkan dengan Brigez. Jelas saja, karena dari dulu memang kedua ‘geng’ ini udah jadi musuh bubuyutan.

Hmmm… Tapi dalam kenyataannya gak sesulit itu juga kok kalo dicoba! Buktinya, sekitar tahun 2003 yang lalu, minoritas itu sempat berkembang hingga mencapai jumlah 25 orang anggota (walaupun awalnya secara sembunyi-sembunyi). Hahaha…

Jumlah tersebut memang terbilang sedikit bila dibandingkan dengan anggota XTC penghuni Pasone, yang jumlahnya mungkin bisa mencapai lebih dari 100 orang anggota. Namun, tentu hal ini adalah suatu bukti bahwa: “Eksistensi serta keberadaan Brigez bukan di liat dari banyaknya jumlah anggota.”

Hal yang melatarbelakangi berdirinya Brigez Pasone sendiri berbeda dari tiap individu. Sebagian orang ada yang mengaku pernah dikecewakan oleh organisasi sebelumnya. Sebagian lagi ada yang menilai bahwa Brigez itu adalah organisasi yang terkenal solidaritasnya. Saya sendiri, sebelum Brigez terbentuk di Pasone, memang sudah aktif dalam keanggotaan Brigez di cabang Kebaktian. Suatu kawasan sederhana yang berlokasi cukup dekat dengan rumah saya sendiri.

Serangan “Jalan Kaki”

Aksi pertama untuk meresmikan Brigez Pasone diawali dengan melakukan serangan ke SMA Badan Perguruan Indonesia (BPI). Dengan kekuatan 25 orang anggota Brigez Pasone, ditambah pasukan Brigez dari SMA 7 dan Taman Siswa, akhirnya terhimpun kekuatan gabungan yang jumlahnya sekitar 50 orang.

Strategi perang dirumuskan. Seperti layaknya perang sungguhan, tim gabungan Brigez dari berbagai SMA itu pun menyusun strategi dengan menggambar peta lokasi penyerangan. Disana kami memilih pemimpin regu penyerangan, mengatur rute efektif untuk memasuki lokasi, durasi penyerangan, hingga rute untuk melarikan diri.

Setelah semua rencana terlaksana dengan matang, tanpa menunggu lama, kami langsung bergegas pergi ke BPI dengan berjalan kaki. Singkat cerita, akhirnya kami berhasil memberantas anak-anak XTC BPI yang lagi asyik nongkrong sepulang sekolah. Ada yang memanjat pagar sekolah, ada yang buru-buru menghidupkan mesin motornya dan kabur, ada juga yang gak sempat kemana-mana keburu kena hantam.

Yang lebih lucu, Pak Satpam penjaga sekolah malah ikutan lari dan menutup rapat pagar sekolah. Mereka kelihatannya gak menghiraukan nasib murid-murid SMA BPI yang ada di luar. Murid perempuan teriak-teriak gak karuan.

Kami merasa sukses disana. Penyerangan bisa dibilang cukup berhasil, walaupun hanya dilancarkan dengan durasi sekitar 5 menit, dan berangkat ke sana hanya berjalan kaki. Itupun hanya dengan persenjataan yang seadanya: balok kayu & batu yang dipungut dari pinggir jalan.

Motif dari penyerangan yang kami lakukan ini bukan tanpa alasan. Kami geram melihat SMA Taman Siswa yang dalam minggu sebelumnya di lempari batu selama 3 hari berturut-turut oleh anak XTC BPI. Walau saya dan 24 anak Pasone lainnya bukan bagian dari murid SMA Taman Siswa, tapi kami tetap satu jiwa, tetap satu keluarga besar dari organisasi motor terhormat bernama Brigez.

Awal Petaka (diciduk polisi)

Anak BPI yang lari kocar-kacir akibat penyerangan balasan itu ternyata bukan suatu awal kesuksesan bagi kami. Bahkan sebaliknya, itu adalah awal petaka bagi sebagian dari kami (tidak termasuk saya).

Karena penyerangan ini kami lakukan jalan kaki, pasca serangan, dengan tertawa puas kami berjalan menuju tempat menyimpan motor di SMA Taman Siswa. Alasan anak SMA 7 dan Pasone menyimpan motor di kawasan Taman Siswa, adalah karena jarak antara BPI dan Taman Siswa sendiri tidak begitu jauh. Jadi, dipikir-pikir gak ada salahnya juga kalau menyimpan motor disana. Hari itu kebetulan saya gak bawa kendaraan. Rencananya mau nebeng sama si Herin, temen saya.

Setibanya disana, suasana sepi. Teman-teman langsung menghidupkan mesin motor. Pasca penyerangan itu, kami memang berencana pulang lebih awal. Karena dikhawatirkan jejak penyerangan kami akan tercium oleh aparat kepolisian.

Ternyata apa yang dikhawatirkan benar-benar terjadi, belum sempat kami menarik tuas gas motor, puluhan orang berpakaian coklat datang sambil berlari menghampiri kami. Sontak kami yang berada disana berhamburan. Ada yang berlari, ada yang buru-buru memutar arah motor, ada pula yang bersembunyi di bawah got.

Saya sangat terkejut melihat kejadian tak terduga itu. Karena pikiran yang kalang kabut, saya langsung berlari. Sempat terdengar jelas di telinga saya suara letupan senjata api. Tapi saya gak perduli, dan akhirnya hanya bisa terus berlari sekencang-kencangnya.

Sambil terus berlari, saya sempat satu kali menoleh kearah belakang. Dengan sangat jelas, disana saya melihat teman-teman sedang disiksa habis-habisan. Mereka dipukuli oleh pentungan, di tendang, bahkan ada yang rambutnya di jambak sambil diseret masuk ke mobil polisi. Teman-teman saya terus dipukuli walaupun sudah berteriak minta ampun. Bahkan, yang saya saksikan, mereka sudah cukup babak belur dan bersimbah darah.

Polisi ternyata tidak lebih baik dari kami! Semua orang yang berpandangan objektif, tentunya bisa menyimpulkan sendiri satu hal dari adanya kejadian ini: Yang menjadi pembeda antara Brigez dan Polisi hanyalah “Seragam”.

Semua Elemen Masyarakat ‘Butuh Uang’

Keesokan paginya saya terbangun dengan hati yang masih gelisah. Gelisah karena memikirkan nasib dari sebagian teman-teman yang masih berurusan dengan polisi. Pagi itu, saya sengaja berdiam diri di luar untuk menunggu datangnya surat kabar langganan ayah saya. Ya … Tidak lain karena saya tau, kejadian bombastis tersebut pasti telah diliput oleh media massa.

Tak lama kemudian anak ingusan pengantar koran itu datang dengan menggunakan sepeda kumbang. Saya langsung menyambar koran yang ia lemparkan, dan cepat-cepat membukanya untuk mencari kabar teman-teman. Ternyata benar, berita tentang kejadian hari Sabtu kemarin dimuat. Dengan teliti, saya membaca dan mengamati satu persatu nama tersangka yang dimuat di koran tersebut. Pencarian saya tentu saja di prioritaskan untuk anak Brigez yang domisilinya bersekolah di Pasone. Hanya sekitar 4 nama yang saya temukan, yaitu : Ibnu, Hendy, Tedy, Diki.

JANGGAL!!

“Mengapa hanya ada empat nama,” pikir saya. Kemana teman-teman yang lain? Karena saya yakin, kemarin ada lebih dari empat orang siswa Pasone yang ditangkap.

Saya langsung menelepon salah satu teman untuk menanyakan kabar. Karena saya yakin, pagi itu juga teman-teman sudah menghirup udara bebas kembali. Seperti penangkapan yang kerap terjadi sebelumnya, paling tidak, mereka hanya ditangkap sampai orang tua masing-masing datang dan memberi tebusan berupa sejumlah uang ke Polisi.

Ternyata benar, teman saya sudah bebas pagi itu. Dari perbincangan singkat by phone itu, saya menemukan beberapa informasi penting tentang hari kemarin:

  • Mereka bebas karena Polisi telah disogok oleh orang tua masing-masing.
  • Mereka yang namanya tidak tertulis dikoran, bisa lolos karena telah menyogok wartawan.

Yah, maklum saja lah. Mungkin karena emang gaji Polisi dan Wartawan di negara tercinta kita sama-sama kecil. Jadi, mereka kerap kali mengesampingkan idealisme dengan mencari sampingan dari kegiatan-kegiatan macam ini. Lalu, informasi yang lainnya adalah:

  • Berita tentang pembentukan Brigez di Pasone pasti telah tercium oleh anggota XTC pusat, karena jelas-jelas nama “Pasundan 1” tercantum jelas di koran.
  • Besok sudah dapat di prediksikan: akan ada aksi balasan yang mengancam eksistensi Brigez di lingkungan Pasone.

Dendam yang memotivasi

Akhirnya senja di hari Senin muncul juga. Semua hal yang telah saya duga sebelumnya terbukti 100% benar. Sepulang sekolah, ada lebih dari seratus orang yang mengenakan atribut berwarna biru tua – biru muda – dan putih. Mereka telah memenuhi jalan di luar komplek sekolah.

Lebih mengejutkan lagi, mereka yang ada di luar itu bukan hanya anggota XTC dari Pasone, melainkan XTC dari berbagai cabang yang ada di kota Bandung. Kabar tentang kemunculan Brigez di area XTC ini telah menjadi momok bagi semua anggota XTC.

Pikiran saya sangat kalut saat itu. Tampaknya, gak ada gunanya untuk saya dan teman-teman untuk coba melawan. Jumlah kami sangat gak sebanding, mungkin 1 banding 10. Akhirnya kami (Brigez Pasone) memutuskan untuk kabur dengan jalan masing-masing.

Saat itu saya langsung bergegas melarikan diri, sambil menyelinap di antara kawanan orang yang sama-sama berniat pulang sekolah. Akhirnya saya sampai juga di tempat parkir motor yang berjarak tidak jauh dari sekolah. Beberapa teman saya juga ada yang tertangkap. Mereka diculik dan dibawa ke markas XTC yang terletak di jalan Pasir Pogor.

Saya merasa terhina dan terinjak. Sialnya, saat itu saya gak bisa berbuat apa-apa selain kabur dan membiarkan teman-teman tertangkap. Dalam kondisi pikiran yang sedang kalut tersebut, saya sempat berpikir  untuk memanggil pasukan Brigez dari cabang lain. Tapi, setelah dipikir lebih matang, gak mungkin juga kalau saya memanggil pasukan Brigez dari luar. Mengingat lokasi SMA Pasundan 1 yang berada di dalam gang sempit dan disekitarnya terdapat pemukiman warga.

Saya masih ingat betul, perasaan saya campur aduk saat itu. Rada emosi dan marah sepertinya gak ada gunanya lagi. Gak ada yang bisa diperbuat lagi selain lari. Ah, kawan… Maafkan saya!

Satu hal lagi yang membuat emosi makin melonjak adalah ketika keesokan harinya saya menjenguk salah satu teman yang menjadi korban XTC di rumahnya. Ia terkulai lemah dengan wajah babak belur. Kepalanya yang bocor akibat dihantam botol bir, saat itu telah ditutupi oleh lapisan perban. Ia banyak bercerita, menuturkan kisah tragis yang menimpanya pada hari kemarin.

Setiap untaian kata yang ia ucapkan membuat saya makin termotivasi… Tetes darah yang ia keluarkan adalah janji… Semua perlakuan yang diterimanya dari kejadian kemarin, terlanjur bermetamorfosa menjadi sebuah “sumpah”. Ya, sumpah setia saya sebagai salah satu keluarga besar Brigez untuk balas dendam kepada setiap orang yang mengenakan atribut berlambangkan lebah: XTC.

Nah, tentang realisasi dari sumpah itu sendiri, mungkin bakal terlalu panjang kalau diceritakan di sini. Yang jelas, buat setiap anggota XTC yang terkena pemberontakan dari serangan kami, buat setiap penculikan yang pernah kami lakukan dan buat setiap aksi pemutihan di berbagai kawasan, itu adalah realisasi dari pembalasan dendam keluarga kami. Mereka yang mau menjual, dan kami akan membeli dengan sepenuh hati.

Brigez Kebaktian

Pasca hancurnya Brigez Pasone, masing-masing personil Brigez yang ada di Pasone sama sekali gak pernah beraktifitas seperti sebelumnya. Bahkan, sebagian dari mereka ada yang pindah domisili menjadi club motor, seperti organisasi ‘motor gede ‘atau motor tua. Menurut saya, tidak lain hanya untuk bernaung dari kejaran XTC, karena club tersebut mereka yakini cukup “ditakuti” oleh geng lain. Selain itu, ada pula yang terang-terangan menyatakan keluar dari keanggotaan Brigez. Yang lebih parah, ada juga penghianat dan pengecut yang malah berbalik arah masuk dalam jajaran XTC Pasone, ‘Peucang’ namanya.

Tentang kehidupan sosial saya di Pasone? Saya nggak perduli dengan anak-anak XTC, begitu pula sebaliknya. Kalau lagi berpapasan dalam lingkungan sekolah, kami biasa-biasa. Gak ada yang saling menjaga jarak. Bahkan kami sering nongkrong bareng di kantin, mabuk bareng pulang sekolah & ngobrol-ngobrol biasa aja. Mereka gak mempersoalkan domisili saya Brigez, GBR, ato apapun.

Tapi itu hanya berlaku dalam kehidupan pribadi. Misalnya kami sudah bergabung di dalam organisasi masing-masing, kehidupan kami jadi jauh berbeda. Kami ibaratkan tidak mengenal satu sama lain, walaupun sama-sama berdomisili sekolah di Pasundan 1. Aneh memang, tapi begitulah keadaannya.

Untungnya masih tersisa dari kami yang masih setia dan aktif dalam keanggotaan Brigez. Itupun bukan lagi di Pasone. Kami tetap aktif di cabang kami masing-masing. Orang-orang tersebut antara lain: Jaka (cab. Riung Bandung), Riau & satu lagi saya lupa namanya (cab. Kiaracondong) dan saya sendiri (cab. Kebaktian).

Kebaktian adalah nama sebuah tempat di daerah Kiaracondong, Bandung. Tempat berkumpul anak Brigez sendiri (dulu) berlokasi di bubur kacang hijau yang terletak di pertigaan jalan, samping SMP Negeri 37.

Hari-hari selanjutnya, di tempat inilah saya biasa menghabiskan waktu. Semakin sedikitnya anggota kami di SMA Pasone, semakin kecil pula peluang Brigez untuk bisa berdiri di sana. Terpaksa, saya kubur dalam-dalam harapan saat itu. Tapi bukan berarti Brigez lenyap. Brigez tetap hidup walaupun tidak lagi di kawasan itu.

Dampak positif (Brigez di mata saya)

Tentang hal negatif yang beredar baru-baru ini, tentu saja saya gak menyangkal adanya hal itu. Karena saya yakin, oknum yang mencemarkan “nama baik” organisasi pasti ada dimanapun, sekalipun itu di jajaran pemerintahan, kepolisian, kewartawanan, atau dimanapun .

Begitu pula dalam tubuh Brigez. Saya menyadari betul masih banyak dari oknum Brigez yang bersifat anarkis, melakukan tindak kejahatan dan bangga dengan kekerasan. Tapi itu hanyalah oknum, dan sebagian besar adalah perbuatan para junior yang masih berpikiran labil.

Saat saya masih aktif dalam organisasi ini, banyak kegiatan positif yang pernah kami lakukan. Seperti kejuaraan bola antar cabang, sunatan masal (Cihampelas), dan kegiatan bakti sosial lainnya yang sudah tak terhitung jumlahnya.

Namun sayang, sejauh ini, publik tampaknya tidak pernah perduli saat kami melakukan aktifitas positif. Sebaliknya, saat perilaku kami menyimpang, semua mata tertuju pada kami! Semua menyalahkan kami, dan seolah hanya menganggap kami sebagai SAMPAH!

Media massa yang seharusnya dapat menjadi alat ‘kontrol sosial’, dengan semangat hanya mau meliput kegiatan saat kami perang, merampok dan membunuh. Mereka hanya berpegangan pada satu hal, yaitu : “Bad news is a good news”. Mereka tidak mau memberi motivasi kepada kami untuk berubah. Yang ada, mereka hanya bisa mendiskreditkan dan ingin menghancurkan keberadaan kami!!!

Namun persetan dengan semua itu! Bagi saya, mereka tetap keluarga yang paling setia. Sampai saat ini, jalinan persahabatan semacam ini tidak pernah saya temui lagi dimanapun.

Dan ingat, di luar kebiasaan buruknya, Brigez tetap berjasa dan memiliki dampak positif dalam kehidupan saya:

  • Mengenal arti “solidaritas”. Masalah pasti selalu ada dalam setiap individu manusia. Disini, selalu ada keluarga yang siap membantu saya dalam keadaan apapun.
  • Tidak adanya “senioritas”. Semua kabar yang menyatakan bahwa ada senioritas di dalam golongan kami itu bohong! Saya yang merasakan sendiri bagaimana hidup dalam keluarga Brigez. Terbukti selama saya ada dalam komunitas itu, hubungan antara senior dan junior semua setara. Logikanya gini: Kalau memang ada penindasan dalam Brigez, siapa yang mau masuk Brigez? Terus bagaimana bisa organisasi kami berkembang hingga sebesar ini?
  • Mengenal karakter orang lain. Berbagai kalangan masyarakat ada di sini. Dari mulai anak SMA, kuliah, kerja, pengangguran, tukang ojeg, preman, dll. Lalu dari berbagai suku bangsa, agama, golongan & umur, semua kami padukan menjadi satu dalam ikatan keluarga besar Bandung Auto Sport Club.
  • Berpikir ‘cepat’ dan ‘tepat’ di waktu yang sempit. Pernyataan ini saya kutip dari salah satu teman. Misalnya saat kita papasan sama orang yang beda almamater, diculik, ato di serang tiba-tiba. Di saat seperti itulah pemikiran seperti ini harus di aplikasikan. Membuat lawan down, tanpa main kontak fisik misalnya. Susah dijelaskan disini, tapi beberapa kali sudah saya aplikasikan. Hasilnya? Nih buktinya … Saya masih hidup sampai sekarang & bisa menulis blog ini.

Yah, segitu dulu aja ah ngisi blognya. Bukan maksud saya untuk memojokan pihak tertentu demi mengagung-angungkan nama Brigez. Semua cerita yang tersurat dalam blog ini, baik tentang Polisi, Wartawan, dan kehidupan saya, semua tertulis berdasarkan kisah nyata pada sekitar tahun 2003-2004 yang lalu. Semoga kisah masa muda saya ini dapat bermanfaat bagi para pembaca & menjadi bahan koreksi bagi semua pihak, khususnya untuk anggota Brigez sendiri.

Akhir kata, saya senantiasa berharap semoga Brigez terus bermetamorfosis menjadi organisasi yang lebih baik dari sebelumnya, lebih solid & tidak melakukan aksi kriminalitas seperti yang dilakukan “oknum” lainnya.

Salam hangat!

42 pemikiran pada “TENTANG “BRIGEZ”

  1. Hebat bang, memang saya mendengar hal ini sangat terenyuh…membaca cerita ini saya jadi pingin berubah…saya adalah anak smp di sebuah smp negeri di tanjungsari….saya jadi termotivasi agar tidak melakukan hal anarkis seperti yang saya lakukan setiap harinya…trim’s…hidup BRIGEZ…

    Suka

  2. ah rek brigez rek xtc rek geng naon ge kabeh asuu.. waduk nu ngarana solidaritas, ari ahirna ngan ngarusak kota wungkul mah. teu era ka kolot nu geus mere dahar? kabisa teh ngan ribut, balas dendam, perang.
    generasi euweuh guna!

    Suka

  3. tetap saja anarkis. klo memang mau solidaritas cba selesaikan permasalahan dengan lawan dilakukan secara baik-baik, tnpa emosi dan pertumpahan darah. kalau memang lawan melakukan dengan kekerasan, kalian jangan main hakim sendiri. cba laporkan kepada yang berwajib. indonesia negara hukum

    Suka

    • thx buat komentarnya.
      ya, ini hanya sekedar cerita masa lalu.
      saya sadar dg semua budaya negatif dalam organisasi ini yang “mungkin” belum bisa sepenuhnya hilang sekarang…

      hatur nuhun masukannya, sayang saya gak bisa berbuat banyak krn status saya sekarang adalah anggota nonaktif…

      salam

      Suka

  4. no koment
    yang penting BRIGEZ tetap abadi
    BRIGEZ selalu di hati sampai mati
    merah darah ku……
    putih tulang ku…..
    hitam dunia ku……
    BRIGEZ NEVER DEI

    Suka

  5. eleh ku xtc ,xtc mah bisa nyokotan anggota sakalipun di sma markas brigez,trus acak – acak brigez na gdekeun xtc didinya ..
    salam xtc tetap raja jalanan di indonesia

    Suka

  6. punten bang sateacana
    abdi mh netral,cuma abdi heran ..
    kunaon geng motor balapn motor ..
    bisa ngahiji kitu kan bendera beda
    eraken ath ku predikat geng motor..
    brigmoon plus gbr vs XTC ..
    tp ripuh keneh ku xtc ahh
    brigmmon kacrut !! te seru
    hidup ktc ehh xtc !

    Suka

  7. Tulisan ini sangat bagus, saya pikir tulisan ini penting untuk dapat menjelaskan kepada publik sebagai refrensi bagi generasi kini ataupun mendatang, dan bagi yang mengalami atau yang terlibat pada kejadian itu dari pihak manapun untuk menjadikan ini semua bagian dari refleksi dalam hidupnya,

    saya salut kepada penulis ini,saya melihat penulis dalam tulisannya tidak mengingkari ataupun menutupi bagian positif maupun negatif nya, saya yakin tulisan ini di buat sejujur-jujurnya (real terjadi), dan saya sebagai pembaca sangat menghargai tulisan ini, dan saya anggap sebagai karya yang harus mendapatkan sebuah nilai,

    saya juga berharap bagi pembaca untuk menilai tulisan ini bukan dengan cara memaki, jika anda membaca, hanya dilihat dari isi tulisannya saja, bisa saja dan sah saja pembaca menilai isi cerita nya tentang hal negatif, akan tetapi jika anda memberikan komentar anda dengan memaki apalagi hujatan sama dengan anda menanamkan nilai negatif atau kebencian baru pada diri anda terhadap orang lain, dan mungkin akan menanamkan nilai kebencian yang tak berkesudahan.

    jika para pembaca merasa lebih baik harusnya komitmen untuk memberi ruang kesempatan pada orang lain untuk bisa lebih baik dengan cara menghargai dan memberikan nilai terhadap bentuk ekpresi dan hasil karya tulisan ini, bukan dengan cara memaki ataupun menghujat dari isi tulisan ini, dan jika para pembaca menilai tulisan ini dengan cara memaki ataupun menghujat, itu sama dengan anda tidak lebih baik dari yang anda hujat dan anda cacimaki.

    Suka

  8. No Coment ..
    Yang Penting Brigez Slalu d.hati ..

    Brigez Ok ! (y)

    Salam Hangat Bwt Brigez !!!

    I Love Brigez … ❤

    (y) (y) (y) (y) (y) (y) (y) (y)

    By : Restu Brigez drii garoet , Klz VII , Skolah d SMPN 1 Karangpawitan

    Suka

  9. Saya ferry oslo saya dulu gabung di brigez tahun 1995 sampe 2002 selama saya aktif nyali brigez memang gak ada duanya..meskipun dulu anarkis tp sekarang brigez sudah berubah. Ketahuilah bahwa damai itu indah..gak ada manusia super atau organisasi super. Meskipun sudah lebih dr 10thn yang gak aktif tetapi brigez tetap di hati

    Suka

  10. xtc sudah bukan geng lagi ndan ,.salah kalo kalian anggap xtc geng .kita cuma cari teman dan solidaritas ..di sini mah gak ada yang namanya kekerasan apalagi ribut tawuran .xtc bociz bukan geng ..kami club motor positif ..xtc bociz bogor ..siap merangkul kalian semua ..ngga ada yg namanya musuh ndan ..:)

    Suka

  11. Waas mang…. SMA angkatan sbrha eta jaman si kembar lain Wenda Wendi…kenangan jeng pas one teh pernah gabung lawan xtm Oi…. padahal mah Musuh di Genk mah tp gabung da sarua pasunda jeng menghadapi musuh yg sama..😀👍

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Farhan Arlloncy Miraldiie Batalkan balasan