
DU114 – Pemenang kategori Open Fire Fighting Autonomous Robot, dalam ajang kompetisi robot tingkat internasional Robo Games 2010, di San Francisco, Amerika Serikat.
AMERIKA Serikat boleh dibilang sebagai negara modern dengan segala kemajuan teknologi yang ada di dalamnya. Namun pada kenyataannya, teknologi robot hasil kreasi putra bangsa Indonesia pun tidak kalah bersaing dengan negara lain.
Hal itu dibuktikan dari aksi robot DU114 karya mahasiswa Universitas Komputer Indonesia (Unikom) Bandung yang meraih medali emas untuk kedua kalinya dalam kontes Robot Games 2010 di San Francisco, Amerika Serikat, beberapa waktu yang lalu.
Prestasi ini tentunya sangat membanggakan bagi bangsa Indonesia. Bagaimana tidak, ajang kompetisi robot bergengsi tingkat internasional yang diwakili oleh Yusrila Y. Kerloza (36) dan Rodi Hartono (24) ini mampu menyingkirkan para pesaing dari empat belas negara lain, termasuk tuan rumah dari negara superpower itu.
Dari tujuh puluh kategori robot yang dilombakan saat itu, Indonesia hanya mengikuti satu kategori yaitu Open Fire Fighting Autonomous Robot. Yusril mengatakan, kategori ini merupakan salah satu kategori tersulit yang dilombakan di sana. “Ini sifatnya autonomus, jadi robot harus dapat bergerak tanpa bantuan apa pun,” katanya saat diwawancarai penulis di laboratorium Divisi Robotika, Unikom, Sabtu (15/5).
Sesuai dengan namanya, Fire Fighting Autonomous Robot merupakan ajang adu ketangkasan robot dalam memadamkan api. Sistem permainannya, robot diletakan dalam track (arena) yang telah disediakan dengan ukuran 2,5 x 23 meter. Track tersebut dilengkapi dengan labirin yang membentuk empat ruangan. Di salah satu ruangan, ditaruh sebuah lilin yang kelak apinya akan dimatikan oleh robot.
Cara mengaktifkan robot DU114 dilakukan dengan menggunakan sensor suara sirine. Saat sirine dinyalakan, secara otomatis robot akan bergerak untuk mencari sumber api menggunakan sensor pendeteksi panas yang telah didesain khusus dalam tubuh robot. Seusai pemadaman api, robot harus kembali ke tempat asal. “Pemenang adalah mereka yang paling cepat menemukan sumber api dan memadamkannya,” ujar Yusril.
Ada dua komponen dasar yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan robot, yaitu hardware dan software. Rodi Hartono mengatakan, untuk hardware pengerjaannya relatif mudah. Dalam kurun waktu kurang dari satu bulan pun, bagian hardware robot sudah dapat diselesaikan.
Menurut dia, bagian tersulit terletak pada tahap riset di bidang software. Di tahap ini, kecermatan dari para pembuat robot akan sangat berpengaruh pada kecepatan dan kehandalan robotnya kelak. Riset di bidang software ini dapat memakan waktu hingga lima sampai enam bulan.
Membuat robot bukanlah pekerjaan yang mudah. Sebelum menemukan bentuk robot yang ideal seperti saat ini. Rodi mengaku sering mengalami kegagalan akibat kurang sinkron antara hardware dan software. “Maka dari itu, biasanya biaya riset jauh lebih besar daripada harga robot itu sendiri,” ucap mahasiswa yang mengaku telah tertarik pada robot sejak duduk di bangku SMP itu.
Lebih lanjut Rodi mengatakan, untuk ke depannya. Fire Fighting Robot diharapkan bisa menjadi media yang potensial untuk membantu manusia dalam memadamkan kebakaran. Dengan demikian, jelas bisa memperkecil risiko para petugas pemadam kebakaran dalam menjalankan pekerjaannya.
“Tetapi tentang aplikasinya sendiri, saya belum bisa bicara sekarang. Sebagai mahasiswa dan teknisi, saya hanya bisa membuat simulasinya. Kalau masalah simulasi mau diperbesar menjadi seperti mobil pemadam kebakaran beneran, itu pemerintah yang harus mengajak bekerja sama,” tuturnya. ***
Albiansyah
(Dimuat di harian umum Pikiran Rakyat, edisi: Mei 2010.)