Membidik Para Pembidik!


Dari balik rontgen.*

Mengintip dari balik foto rontgen.*

Pria berbaju oranye dengan jaket hitam pada foto di atas, bukanlah seorang dokter tulang yang tengah memberi nasihat pasiennya. Seperti yang Anda lihat, kedua tangannya memang tengah menggenggam selembar foto rontgen. Tapi, keperluannya tak lain adalah untuk mengintip fenomena gerhana matahari yang tampak secara parsial dari jantung Ibu Kota.

Pagi itu, Rabu 9 Maret 2016, Monumen Tugu Tani di Jakarta Pusat memang telah dipadati puluhan warga pemburu gerhana. Sejumlah ‘amunisi’ untuk menyaksikan fenomena ini, tentu tak lupa mereka persiapkan. Berbeda dengan di Kota Palembang, mentari di langit Jakarta bersinar dengan sangat terik.

Seorang warga "mengintip" gerhana dengan kacamata pelindung matahari.*

Seorang warga “mengintip” gerhana dengan kacamata pelindung matahari.*

Ya, euforia untuk menyambut datangnya Gerhana Matahari Total (GMT) 2016 di Tanah Air memang terasa sangat fantastis. Jutaan pasang mata manusia dari seluruh penjuru negeri menadah ke langit. Wajar saja, kali ini Indonesia menjadi satu-satunya negara beruntung, yang dapat menikmati fenomena GMT di sejumlah wilayahnya.

Sejak pagi hari, hampir 90% teman yang terkoneksi dengan media sosial saya, mengupdate berbagai hal terkait gerhana. Lucunya, salah satu bocah SD di tempat saya, bahkan menganggap libur nasional Hari Raya Nyepi (yang kebetulan bertepatan dengan momentum GMT) sebagai “libur gerhana”.

Saya sendiri tak punya persiapan khusus untuk menyambut datangnya momen langka ini. Jangankan lensa filter kamera untuk menangkap gambar gerhana secara sempurna, kacamata gerhana yang sempat dibagikan secara gratis pun saya tak kebagian. Oleh karenanya, mengamati tingkah laku para “pembidik gerhana” menjadi pilihan paling realistis saat itu. Hehehe.

Beruntung. Meski banyak orang yang datang tanpa persiapan, warga lain yang memiliki peralatan pengamatan tak pelit untuk berbagi. Beberapa kacamata pelindung matahari pun digunakan secara bergantian oleh warga yang datang ke Tugu Tani.

Membidik gerhana dengan kamera poket.*

Membidik gerhana dengan kamera pocket.*

Salah satu rekan saya, Haidar “Chip”, punya cara unik untuk mengabadikan gerhana matahari. Ia menempelkan kacamata pelindung matahari, tepat didepan lensa kamera pocket yang dibawanya. Hasilnya? Memang tak sesempurna bidikan kamera DSLR yang dilengkapi dengan UV filter. Tapi setidaknya, momen tersebut masih bisa diabadikan dengan lumayan jelas.

Warga lain yang melihat cara Haidar dalam mengabadikan gerhana tak mau kalah. Mereka mengabadikan gerhana dengan cara yang sama melalui kamera ponselnya masing-masing, untuk selanjutnya – yang saya yakini – diunggah ke media sosial.

Seorang warga membidik gerhana dengan kamera ponsel dan kacamata pelindung matahari.*

Seorang warga membidik gerhana dengan kamera ponsel dan kacamata pelindung matahari.*

Sepasang warga turut serta membidik gerhana dengan ponsel.*

Dua sejoli turut serta membidik gerhana dengan ponsel.*

gerhana matahari parsial

Turut coba mengabadikan gerhana.*

Tak mau kehabisan akal, ada pula salah satu warga yang mengamati gerhana menggunakan kacamata hitam, plus helm yang dilapisi kaca film gelap. Sepertinya, pria berbaju putih dibawah ini juga tak punya persiapan khusus untuk mengamati gerhana.

Membidik dengan kacamata hitam + helm.*

Membidik dengan kacamata hitam + helm.*

Seperti telah diceritakan pada bagian awal, cara salah satu warga mengintip gerhana dengan menggunakan selembar foto rontgen, tidak kalah unik. Seketika, pemilik foto rontgen itu seolah menjadi primadona. Banyak orang yang menghampirinya untuk sekedar ‘numpang’ mengintip gerhana.

Sang pembawa foto rontgen jadi promadona.*

Sang pemilik foto rontgen jadi promadona.*

Seperti warga lain, saya yang diliputi rasa heran turut menghampiri sang pembawa foto rontgen tersebut. Ternyata benar. Samar-samar, sinar mentari pagi yang perlahan mulai tertutup bulan dapat terlihat dengan baik dari balik gambar kerangka tersebut.

Ternyata tak hanya di tempat ini. Cara menyaksikan gerhana matahari dengan hasil foto X-ray, juga diaplikasikan oleh masyarakat di sejumlah wilayah Indonesia. Cara ini bahkan sempat menjadi bahan perbincangan konyol di berbagai media sosial. Dalam aplikasi berbagi foto instagram, hari itu, hashtag #rontgen bahkan dihiasi oleh berbagai posting tentang pengamatan gerhana.

Hashtag #rontgen di instagram, Rabu (9/3/2016).* Source: instagram.com

Hashtag #rontgen di instagram, Rabu (9/3/2016).*
Source: instagram.com

Di berbagai situs jejaring sosial, beragam cara unik dalam menikmati gerhana pun mulai bermunculan. Mulai dari yang tampak keren, hingga terlihat konyol. Ada yang sengaja membuat lubang jarum menggunakan bahan sederhana, menggunakan klise foto, hingga sengaja membeli helm las seharga Rp 150.000. Berikut beberapa diantaranya:

Proyeksi lubang jarum, terbuat dari kardus bekas.* Source: Path

Proyeksi lubang jarum, terbuat dari kardus bekas.*
Source: Path

Membidik dengan klise foto.* Source: instagram.com

Membidik dengan klise foto.*
Source: instagram.com

Mengenakan helm las untuk mengamati gerhana.* Source: instagram.com

Mengenakan helm las untuk mengamati gerhana.*
Source: instagram.com

Ragam cara untuk menikmati gerhana matahari seperti yang dilakukan diatas, kelak (mungkin) dapat Anda aplikasikan untuk mengamati gerhana matahari. Data dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menyebut, GMT akan kembali terjadi di Indonesia bagian timur, seperti Papua, pada tahun 2023. Selain itu GMT juga tercatat akan kembali melintasi bagian barat Indonesia, yakni Kalimantan dan Sumatera pada tahun 2042.

Semoga masih ada umur! Sampai jumpa, gerhana…

2 pemikiran pada “Membidik Para Pembidik!

  1. Wanyinngggg udah ngakak liat yang pake helm, ternyata ada yang pake helm las :’)))) buahhahahahaha.. Libur gerhana juga lucu, mang. Hahaha.

    Urg kelewat pisan euy momen2 nu kieu. Pas hari H, malah fokus pisan liat ke langit, apalagi karena nunggu matahari muncul dari balik asa…eh, awan kan. Momennya bentar, jadi urg stand by mantengin langit. Seru oge nya nangkep suasana. Lebar 😦

    Suka

    • Karek katingali aya mang iyos. 😜

      Nya berhubung euweuh pilihan lain, jadi (terpaksa) nyari sisi lain. Andai punya amunisi mumpuni, urg oge pasti manteng ka langit yos. Hahaha.

      Suka

Tinggalkan komentar