Perahu boat yang kami tumpangi melaju perlahan, membelah sungai kecil yang terhampar di depan mata. Lebarnya mungkin tak lebih dari setengah Sungai Citarum. Namun istimewanya, sungai ini dikepung oleh belantara hutan. Sekilas, cukup mirip dengan Sungai Amazon yang digambarkan dalam film Anaconda.
Aroma keseruan sebenarnya sudah amat terasa saat kami tiba di starting point. Beberapa sampan bertengger tak beraturan di dermaga sungai, untuk mengantar para wisatawan menuju destinasi utama.
Inilah Munjang Mangrove. Salah satu kawasan wisata yang baru diresmikan di Desa Kurau Barat, Bangka Tengah, Bangka Belitung pada pertengahan tahun 2017. Meski belum sepopuler tempat wisata lain yang ada di Pulau Bangka, tempat ini memiliki suguhan wahana yang cukup unik.
“Kalau bukan bapak yang antar, kami mungkin nggak bakal bisa sampai di tempat ini,” celoteh saya pada Pak Yulwan, staf di Dinas Pariwisata Provinsi Bangka Belitung. Ia hanya tertawa. Pernyataan saya ini bukan tanpa alasan. Soalnya, sama sekali tak tampak adanya papan nama mencolok dari pinggir jalan.
Munjang Mangrove sendiri memiliki lahan garapan seluas 112 hektar. Pesona hamparan hutan yang didominasi oleh tanaman mangrove makin tampak jelas, saat saya melihatnya melalui gambar drone.
Vegetasi alam yang masih terjaga dengan baik, menjadi habitat ideal bagi beragam jenis fauna. Ada banyak burung cantik yang terbang seliweran, hinggap dari satu pohon menuju pohon lainnya. Saya tidak terlalu paham apa saja jenisnya. Yang jelas oleh para pengamat serta penggemar burung, lokasi ini kerap menjadi salah satu tempat bird watching atau aktivitas pengamatan burung di habitatnya.
Di atas sampan motor, sesekali kami harus merunduk untuk menghindari ranting dan batang kayu yang melintang. Sejuk udara alam dipadu rimbunnya pepohonan, membuat kami betah berlama-lama menikmati perjalanan menyusuri sungai. Hingga akhirnya, tanpa terasa kami tiba di tempat tujuan.
Jujur saya katakan, sebenarnya destinasi utama di Munjang Mangrove sih biasa saja. Malah rasanya, jauh lebih seru sensasi selama perjalanan. Hehehe.
Konsepnya cukup mainstream, hampir serupa dengan di beberapa tempat wisata yang sudah pernah saya kunjungi sebelumnya. Ada pendopo tempat peristirahatan, jalan setapak untuk menyusuri areal hutan, jembatan kayu, serta beberapa spot eye catching untuk berfoto selfie. Selain itu, terdapat pula sebuah hammock yang bisa Anda gunakan untuk bersantai kala lelah. Ah, bikin ngantuk rasanya terayun di atas hammock sambil ditemani semilir angin sepoi-sepoi.
Di lokasi ini, saya lebih tertarik untuk melihat aktivitas budidaya kepiting bakau serta udang. Selain difungsikan sebagai lokasi agrowisata, ternyata pihak pengelola juga memanfaatkan areal sekitar sebagai sumber penopang ekonomi warga sekitar.
Terdapat tiga petak kolam tambak berukuran cukup besar, yang masing-masing terisi oleh ikan, udang, serta kepiting bakau. Menurut Pak Yasir, ketua pengelola Munjang Mangrove, sektor budidaya ketiga komoditas tersebut dapat berkembang cukup baik, karena didukung oleh kondisi alam serta struktur geografis yang pas.
Lebih asyiknya lagi, disini kita juga bisa menikmati langsung berbagai hidangan hasil pertambakan tersebut. Soal rasa? Recommended, dijamin deh. Silakan coba sendiri!***