Di Balik Layar “Travel Addict”


Salah satu harapan saya bekerja di media televisi adalah membuat sajian program outdoor berkualitas. Walau tak pernah tergabung dalam organisasi pecinta alam, saya selalu membayangkan, alangkah menyenangkan bekerja di alam bebas. Blusukan di hutan-hutan, menyaksikan langsung kekayaan biodiversitas Indonesia, mengenal budaya serta kearifan lokal di berbagai daerah, dan masih banyak lagi.

Tapi jaman sudah berubah. Menjamurnya program bergendre traveling dan adventure, membuat banyak stasiun TV mesti terus berinovasi dalam menciptakan sajian yang berbeda. Pada akhirnya, pemirsa akan menentukan sendiri kanal mana yang relevan untuk mereka ikuti.

Seluruhnya merupakan proses yang tidak bisa dibilang mudah. Di balik layar, ada banyak kepala serta perdebatan. Ada sejumlah pertimbangan, mulai dari pembentukan konsep, segmentasi, karakter program, hingga berbagai printilan lain. Rasanya, akan terlalu rumit kalau saya tulis semuanya.

Gagasan yang dikemukakan atas nama idelisme, terkadang mesti berbenturan – dan seringkali mengalah pada selera pasar. Dari berbagai pertarungan ide di kalangan internal GTV tersebut, lahirlah program Travel Addict.

Logo Travel Addict.*

Pemilihan host atau pembawa acara program, merupakan perkara lain yang tak kalah pelik. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, puluhan kandidat kami seleksi melalui casting. Ada yang good looking, tapi lemah dalam hal presenting – ada pula yang sebaliknya. Ada yang memenuhi kedua unsur tersebut, tapi tak memenuhi kualifikasi lainnya.

Ah, terlalu banyak kriteria kadang memang bikin ruwet. Perdebatan internal soal kandidat mana yang paling layak untuk dipilih sebagai host, terus bergulir.  Bagi kami, menjaga “tampilan layar” memang sangat penting. Tapi, kualitas lainnya pun tak bisa diabaikan. Termasuk soal karakter, personalitas, kreativitas, attitude dan lainnya.

Oh, iya. Bicara soal host Travel Addict, berikut akan saya ceritakan sedikit tentang mereka…

Ladislao Camara Carranza

Kalau acara reality show komedi “Bule Gila” masih eksis, pria kelahiran Bilbao, Spanyol, 26 Agustus 1992 ini tampaknya patut dipertimbangkan untuk menjadi pengisi acara. Sayangnya, program tersebut sudah sangat lama gulung tikar.

Ladislao Camara Carranza.*

Gaya nyentrik dan humoris yang seringkali ditampilkannya, menjadi sebuah karakter unik yang membuat sajian Travel Addict menjadi seru dan berwarna. Ladis merupakan host pertama Travel Addict. Awalnya, program ini memang mengudara hanya dengan satu orang host.

Besar di Pulau Dewata sejak berusia tiga tahun, membuatnya amat fasih berkomunikasi dalam bahasa daerah Bali. Termasuk dalam berbahasa Indonesia, aksen bicaranya justru terdengar seperti orang Betawi. Bisa dibilang, sangat kontras dengan wajahnya yang bule. “Gue kan bukan bule biasa. Kalau mau cari bule yang (gaya bicaranya) kayak Cinta Laura sih, elo cari dimana juga banyak,” katanya.

Tingkahnya yang sengklek tak hanya berlaku ketika ia tengah memainkan peran, tetapi juga saat di balik layar. Ladis seringkali membuat kru terpingkal-pingkal melalui berbagai cerita dan guyonannya. Seringkali kasar, tapi cukup menghibur.

Satu hal yang sempat membuat saya heran – dan sedikit takjub – adalah saat pertamakali melihatnya salat. Lokasinya tepat di pintu keluar tol Brexit, saat kami tengah melakukan trip ke kawasan Brebes, Jawa Tengah. Tanpa saya duga, walau tato memenuhi hampir sebagian tubuhnya, ternyata ia merupakan seorang mualaf.

Bicara soal agama, Ladis tampaknya memiliki keseriusan yang cukup nyata. Terbukti sejak memutuskan untuk “hijrah”, ia langsung melakukan khitan/ disunat. Padahal usianya sudah terbilang cukup tua saat itu. Hmmm. Membayangkannya saja, bikin ngilu-ngilu gimana gitu ya…

Albern Sultan

Namanya mulai dikenal publik pasca ia menjuarai kontes L-Men of The Year (LoTY) tahun 2013. Kemenangan tersebut mengantarkannya untuk mewakili Indonesia pada kontes Mister International 2013 yang diadakan di Jakarta, Yogyakarta serta Bali – dan berhasil menjadi juara 2 dan juga penghargaan khusus Best Photogenic. Begitu kalau kata wikipedia.

Albern Sultan.*

Tubuh atletis yang dimiliki pria kelahiran Medan 9 Agustus 1990 ini, menjadi magnet luar biasa bagi para fans. Khususnya (mohon maaf) kaum gay dan homoseksual. Hehehe. Saya tak bercanda. Kalau tidak percaya, sesekali tengok saja akun instagram Albern. Anda akan banyak menemui kaum LGBT yang flirting nakal di sejumlah kolom komentarnya. Aiihhh…

Albern sendiri sepenuhnya menyadari hal tersebut. Kepada saya, ia pernah menunjukan audience insight di akun instagramnya. Ternyata, gender followersnya didominasi oleh kaum pria hingga sebanyak hampir 80%.

Prasangka dari sejumlah rekan pun sempat bermunculan, “Apakah Albern juga masuk kategori kaum homoseksual?”. Kalau iya, bahaya. Pasti akan banyak kru yang ogah tidur sekamar dengannya saat sedang trip di luar kota. Bisa jadi, saya juga menjadi salah satu pihak yang disalahkan karena meloloskannya dalam casting.

Namun beruntung, jawabannya tidak. Ia nyatanya merupakan pria yang 100% normal. Untuk urusan “teman hidup”, Albern lebih suka memilih pasangan dari kalangan bule. Selama mengenalnya di Travel Addict, ia pernah dua kali berganti pasangan. Yang pertama, dengan seorang model asal Rusia. Tak lama setelah hubungannya kandas, ia kemudian menjalin hubungan dengan wanita muda asal Paris, Perancis.

Sudah cukup deh, mari ganti topik. Berasa jadi wartawan gosip nulis soal hal gak penting di atas. Hahaha.

Albern merupakan host kedua di program Travel Addict. Passion tinggi pada dunia traveling, membuatnya sangat bergairah saat tim Travel Addict menawarkannya untuk bergabung.

Selain pernah menjadi host di beberapa stasiun TV, Albern juga tercatat aktif menjadi model untuk sejumlah brand produk komersial. Lihat saja media sosialnya yang selalu dipenuhi endorse. Yang belakangan selalu dibanggakannya adalah ketika ia terpilih sebagai model utama dalam video clip Band Noah – group musik favoritnya – yang berjudul “In My Situation”.

 

 

Fina Phillipe

Fina Phillipe.*

Perempuan di sarang penyamun satu ini memiliki nama lengkap La Tania Finanda Phillipe Putri. Kepanjangan? Sebut saja namanya Fina. Dara keturunan Indonesia – Filipina ini merupakan satu-satunya perempuan dalam setiap trip yang dilakukan Travel Addict.

Beruntung ia memiliki sedikit “jiwa maskulin”. Sehari-hari, pemilahan bahasa dan gaya bicaranya seringkali ceplas-ceplos, bahkan terkadang sarkas. Hampir bertolak belakang dengan kaum wanita pada umumnya. Tapi hal tersebut justru menjadi daya tarik tersendiri, yang membuatnya sangat mudah beradaptasi dengan seluruh tim di lapangan.

Fina memulai kariernya di dunia broadcasting pada acara 100% Sport GlobalTV pada tahun 2014. Sejak saat itu karirnya terus merangkak naik, hingga ia dipercaya menjadi host untuk berbagai program di sejumlah stasiun televisi.

Pantang menyerah dan tak gentar mencoba berbagai hal baru. Fina tercatat sebagai host di Travel Addict yang paling sering mengalami cedera. Yang paling parah adalah ketika ia terjatuh dari mountain bike, saat tengah bermanuver downhill di Cikole, Lembang, Bandung Barat. Bahu kanan dan rusuk kirinya retak, leher serta belikat kanannya bengkak. Luka-luka dan memar pun tampak di beberapa bagian tubuhnya.

Ajaibnya, hal tersebut tak lantas membuatnya kapok. Sebagai penanggung jawab lapangan, saat itu saya dan Subchan Zuryamawla telah merekomendasikan untuk menghentikan seluruh aktivitas dan kembali ke Jakarta. Tapi Fina menolak. Ia hanya meminta waktu untuk beristirahat di hotel selama dua hari. Shooting pun dilanjutkan di hari ketiga, saat kondisinya berangsur membaik. Gokil, bukan?

 

Di luar sibuknya jadwal shooting, Fina kerap menghabiskan waktu untuk menggeluti hobinya di bidang otomotif. Konon katanya nih, sejumlah sepeda motor custom menjadi koleksi di rumahnya.

Kehadiran Travel Addict memberi warna baru bagi program feature magazine di GTV. Walau sedikit melenceng dari ekspektasi pribadi, pada akhirnya, toh saya turut menikmati setiap prosesnya. Selalu ada hal seru dengan beragam pengalaman dan cerita baru.

Soal dinamika jatuh dan bangunnya program, ah, itu sih sudah biasa. Tentunya, saya selalu percaya diri karena punya tim solid di hampir semua lini.

Beberapa tahun kedepan mungkin tulisan ini tak lagi relevan. Akan terjadi modivikasi sesuai tuntutan situasi, itu pasti. Kemungkinan terburuk bahwa program ini akan dihilangkan, bisa juga terjadi. Yang jelas, Travel Addict bakal selalu menjadi salah satu buah karya yang selalu terkenang di hati.

Yaelaahhh… Melankolis jadinya!***

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s