Selamat Tinggal GTV!


Pekan lalu, tepatnya 18 Juni 2018, adalah hari terakhir saya bekerja sebagai karyawan di GTV. Resign, istilah kerennya.

Banyak rekan mempertanyakan terkait alasan saya meninggalkan pekerjaan ini. Terlebih lagi, saya tengah berada dalam zona nyaman yang (saya yakin) cukup diinginkan banyak orang. Gimana gak nyaman coba. Setahun belakangan ini, tugas saya di GTV adalah jalan-jalan. Menghayati indahnya alam nusantara, mengenal ragam budaya, menciptakan banyak game seru, hingga menikmati cita rasa kuliner di berbagai daerah. [Maap² nih jadi terkesan agak sombong. Hahaha!]

Bonus dari hasil senang-senang: Travel Addict memborong dua trophy sekaligus di Babel Journalism Competition 2018.*

Kenikmatan dalam bekerja tentu tidak dapat terlepas dari adanya tim yang solid. Rasanya, saya selalu bersahabat dengan siapa saja yang ada dalam lingkup Program Travel Addict. Entahlah, mungkin karena rasa enjoy, energi positif selalu mengalir deras hingga membuat kami makin semangat dalam bekerja berkarya.

Mengutip perkataan sahabat saya, Subchan Zuryamawla, kalaupun ada sedikit prestasi yang ditorehkan, “Itu cuma bonus dari hasil senang-senang,” katanya. Saya sepakat.

Tantangan jelas ada. Tapi saya menikmati hampir seluruh prosesnya. Bulan Juli 2018 hingga awal tahun 2019 mendatang, saya bersama tim Travel Addict yang lain, bahkan telah merancang berbagai list destinasi menggiurkan, mulai dari Aceh hingga Papua. Ah, ngenes rasanya gak bisa ikut jadi bagian tim.

Lantas, apa alasan saya resign ? Beberapa rekan berspekulasi, ini soal gaji atau penghasilan. Mungkin iya, ada benarnya. Tapi bukan itu alasan utama saya meninggalan profesi yang hampir delapan tahun ini saya geluti.

Kau harus tau, kawan. Hidup tidaklah selalu sempurna. Saat pekerjaan sedang saya nikmati, dinamika di sisi lain kehidupan saya justru bergejolak hingga nyaris porak poranda. Masalah demi masalah terus menghadang. Ada hal-hal di luar kompromi dan logika, yang mustahil dapat diselesaikan dengan cara bertahan.

Ah, sudah. Gak terlalu penting untuk dibahas!

Sebagaimana kebanyakan jurnalis lain, bahan bakar utama saya menjalani pekerjaan adalah passion, semangat dan kecintaan yang sifatnya agak personal.

Jujur saja, ide untuk ‘berhenti bekerja’ merupakan keputusan terberat yang – mau tidak mau – mesti saya ambil tahun ini. Kalau dipikir-pikir, mungkin sedikit impulsif. Tak ada perencanaan matang terkait proses apa yang mesti saya lewati setelahnya.

Satu hal yang saya yakini. Pada akhirnya, selalu ada suatu titik dimana kita mesti berhadapan dengan dua pilihan: hitam atau putih, maju atau mundur, merangkak atau berlari, diam atau beraksi.

Kita lihat nanti. Sementara ini, biarkan semua mengalir apa adanya…

I really love this job, but life must go on!

Kegembiran bersama sebagian tim Travel Addict. Mandeh, Kab. Pesisir Selatan, Sumbar.*

2 pemikiran pada “Selamat Tinggal GTV!

Tinggalkan komentar