Nggak ada yang baru dari liburan saya ini. Semua tempat yang masuk dalam list kunjungan, sebelumnya sudah pernah saya datangi. Walaupun memang sudah sangat lama.
Sebenarnya niat awal saya cuma mau berkunjung ke Pantai Sindangkerta di Desa Sindangkerta, Kecamatan Cipatujah, Tasikmalaya. Tahun 2009 lalu, tempat ini adalah lokasi saya melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN).
Tapi karena kebetulan saya dan istri lagi mengambil jatah cuti cukup panjang, pikir-pikir, kenapa juga gak cari sensasi lain?
Akhirnya disusun lah konsep road trip santai selama empat hari, untuk menyusuri sepanjang jalur lintas selatan, mulai dari Pantai Pangandaran sampai Pantai Cipatuh, Tasikmalaya. Beberapa destinasi pariwisata, plus estimasi budget pun tak lupa kami rumuskan dengan penuh perhitungan. Maklum, perjalanan ini dilakukan sebelum menerima gaji bulanan. Hehehe.
Hari Pertama
Berangkat menggunakan mobil kecil jenis Kia Picanto, cukup membantu untuk menghemat bahan bakar. Perjalanan dimulai dari rumah orangtua saya di Kota Bandung menuju ke Pantai Pangandaran, dengan jarak tempuh – yang terpantau melalui google maps – sejauh 191 Kilometer.
Berangkat sekitar pukul 07:00, kami tiba di lokasi tujuan sekitar pukul 13.00. Memang terhitung agak lama. Soalnya perjalanan santai ini diselingi oleh dua kali istirahat. Istirahat pertama, mampir ke mini market untuk membeli soft drink dan makanan ringan. Istirahat kedua, kami sengaja mampir untuk makan di RM Saung Buleud, yang berjarak gak terlalu jauh dari lokasi tujuan di Pantai Pangandaran.
Saung buleud dalam Bahasa Indonesia artinya gubuk bundar. Sesuai dengan namanya, rumah makan yang terletak di Kecamatan Kalipucang ini punya sebuah spot makan yang berbentuk bundar. Saat kecil dulu, setiap kali ke Pantai Pangandaran, tempat ini sering dijadikan lokasi peristirahatan pilihan keluarga saya.
Karena terletak di ketinggian, dari tempat ini, kita bisa melihat luasnya pemandangan hutan yang keren. Jangan heran juga bila saat makan, ada sejumlah kera yang sambil malu-malu mengintip dari balik pepohonan, berharap dilempari sisa makanan. Ah, rasanya gak banyak yang berubah dari tempat ini sejak belasan tahun lalu.
Dan akhirnya, sampailah kami di Pantai Pangandaran. Beruntung, karena datang bukan pada hari libur, suasana disana terbilang cukup sepi.
Hari Kedua
Karena Pantai Pangandaran memang bukan destinasi utama, kami memutuskan untuk tak berlama-lama di tempat ini.
Perjalanan pun dilanjutkan ke Pantai Batu Karas. Jaraknya nggak terlalu jauh, hanya sekitar 35 kilometer. Kami sengaja berangkat lebih pagi supaya bisa singgah lebih lama di Green Canyon.
Setibanya di dermaga, petualangan menuju Green Canyon pun dimulai. Kami sebelumnya membayar biaya sewa perahu sebesar Rp. 150.000, ditambah Rp.100.000 untuk tips pemandu. Harga ini sebenarnya akan terasa lebih murah, andai saat itu kami patungan dan datang secara rombongan. Tapi apa boleh buat, istilahnya juga second honeymoon. Hahaha.
Saat menyusuri sepanjang muara yang dikelilingi rimbunnya pohon, beberapa ekor biawak (Varanus salvator) sesekali terlihat menampakan diri ke permukaan.
Karena datang pada musim kemarau, air di lokasi sekitar tampak sangat hijau dan bersih. “Kalau lagi musim hujan, warna air disini biasanya coklat keruh,” ucap pemandu yang menemani perjalanan kami.
Oya, pemandu perjalanan yang menemani kami ini orangnya sangat ramah. Mungkin karena mencium adanya gelagat narsis, ia cukup rajin menawarkan diri untuk memotret kami di spot tertentu. Alhasil, nggak perlu lagi repot mengeluarkan tongsis.
Setelah puas bermain, kami langsung menuju Pantai Batu Karas yang berjarak sangat dekat. Disana ada banyak pilihan tempat penginapan. Lagi-lagi karena datang bukan pada hari libur, beberapa penginapan pun sepi pengunjung. Keuntungannya, harga sewa penginapan pun masih bisa nego.
Hari Ketiga & Keempat
Perjalanan dengan jarak tempuh yang cukup jauh (sekitar 90 kilometer) kembali dimulai. Dari Pantai Batu Karas, kami bertolak ke Pantai Sindangkerta di Desa Sindangkerta, Kecamatan Cipatujah, Tasikmalaya.
Saran saya, melintas ke tempat ini lebih baik jangan dilakukan pada malam hari. Soalnya di beberapa ruas sepanjang jalur lintas selatan, kita akan melalui jalanan yang dikelilingi hutan rimbun tanpa adanya lampu/ sumber penerangan.
Ruas jalannya memang bagus, tapi bisa terbilang cukup sempit. Mungkin, hanya cukup untuk dilintasi dua truk tronton dari arah berlawanan. Beberapa pemandangan lain, seperti penebangan pohon dan penambangan pasir – entah legal atau ilegal – akan banyak Anda jumpai di pinggiran jalan.
Selain itu, sepanjang perjalanan menuju lokasi, banyak juga spot pantai indah yang belum terekspos. Tapi karena nggak punya terlalu banyak waktu, keinginan untuk mampir pun terpaksa diurungkan.
Singkat cerita, akhirnya tiba juga di destinasi utama yaitu Desa Sindangkerta. Kedatangan kami disambut ramah oleh warga setempat, yang memang sebelumnya telah saya kenal baik.
Wiga Wijaya, bocah yang dulu pernah menjadi anak didik saya, kini telah tumbuh menjadi pria dewasa. Pesan saya – saat meninggalkan desa ini – beberapa tahun lalu pun dijalaninya. Ia kini tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Olahraga, pada salah satu perguruan tinggi negeri di Kota Tasikmalaya.
Wiga menemani perjalanan kami selama disana. Mulai dari jalan-jalan ke Pantai Sindangkerta, menikmati sajian ikan laut di Pantai Pamayang, melihat lokasi penetasan telur penyu (yang kondisinya tampak makin mengenaskan), atau sekedar bersilaturahmi ke penduduk desa.
Nggak banyak pemandangan yang berubah di desa ini, kecuali dari makin menjamurnya kios pedagang yang terletak tak jauh dari bibir pantai. Saya pikir, hal ini merupakan konsekuensi logis, seiring dengan makin diminatinya Pantai Sindangkerta sebagai salah satu destinasi pariwisata.
Rasanya saya gak perlu banyak cerita lagi tentang pantai ini. Karena secara garis besar, semua sudah pernah saya tuliskan di bagian lain blog ini.
Oh iya, karena belum ada fasilitas penginapan yang memadai, kami memutuskan untuk bermalam di sekitar Pantai Cipatujah. Ya, walaupun – menurut saya – pemandangannya nggak lebih bagus, pembangunan di sekitar Pantai Cipatujah memang sedikit lebih maju. Lokasinya nggak terlalu jauh, hanya perlu menempuh sekitar 3 – 4 kilometer perjalanan.
Sekian dulu cerita ngalor-ngidulnya. Terima kasih buat mobil cebol yang dengan setia telah mengantar perjalanan yang lumayan melelahkan ini… 😀
Green Canyonnya Indonesia leeh uga 😀
SukaSuka
Hehehe. Iya, kebetulan ini lagi agak jernih waktu itu… 😁
SukaDisukai oleh 1 orang
Salam kenal kang Albi..
Wah sudah lama saya ingin tahu kondisi pantai Cipatujah, dari sini masih bisa susur pantai hingga selatan Garut kah?
SukaSuka
Haloo kang Gio, salam kenal.
Bisa banget kok dari sini kalau mau dilanjut ke daerah Pameungpeuk, Garut. Sepanjang jalan, banyak petunjuk jalannya menuju kesana.
Waktu itu, sebenernya saya juga pengen lanjut ke Pantai Santolo. Cuma kebetulan waktunya terlalu mepet. Hehe.
SukaSuka
Mantap! Dari dulu penasaran soalnya pengen susur pantai selatan Jawa Barat, hehehe.. Trims, kang Albi!
SukaSuka
Cobian ah lewat rute ieu,..! *Nuhun
SukaSuka
Mangga cobian, Kang… Hehehe. Wilujeng 😀
SukaSuka