Terpukau Eksotisme Pulau Semujur


Salah satu anugerah ‘tak terbantahkan’ yang dimiliki oleh Bangka Belitung adalah pesona alamnya yang memikat. Lupakan sejenak soal gundukan batu granit raksasa, seperti yang Anda saksikan di film Laskar Pelangi. Destinasi alam yang kali ini akan saya ceritakan, sedikit berbeda.

Pulau Semujur.*

Namanya mungkin belum terlalu familier: Pulau Semujur. Secara administratif, kawasan ini terletak di Desa Tanjung Gunung, Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah, Bangka Belitung.

Ditengah masif gempuran industri pertambangan, pulau seluas 57,11 Ha ini mampu mempertahankan daya pikatnya sebagai kawasan wisata yang layak dibanggakan. Hampir tidak tampak adanya aktivitas eksploitasi pertambangan. Kalaupun mungkin ada, jumlahnya tak banyak. Apalagi sampai merusak ekosistem seperti di beberapa lokasi yang sebelumnya pernah saya kunjungi.

Kerusakan alam akibat pertambangan di Bangka Belitung, sebelumnya pernah saya publikasikan dalam tulisan berjudul “Nestapa di Balik Pesona Kolong Biru”, “Pantai Indah Yang Ternoda Timah” dan “Sambil Menyelam Minum Limbah”.

Untuk bisa menginjakan kaki di Pulau Semujur, pengunjung sebelumnya mesti menyeberang dengan menggunakan speed boat atau perahu nelayan dari Pantai Pan Semujur. Waktu tempuhnya hanya sekitar 30 menit.

Tapi kalau Anda punya rejeki lebih, coba deh menyeberang dengan menggunakan jetski. Rasakan sendiri bagaimana sensasi bermanuver membelah lautan dengan kendaraan air satu ini. Walau pasti harganya lebih mahal, dijamin nggak bakal nyesel.

Keseruan bermanuver menggunakan jetski.*

Speed boat bersandar di Pulau Semujur.*

Warga di Pulau Semujur sangat ramah dan terbuka pada para wisatawan. Anak-anak biasa menghabiskan waktu dengan bermain. Sebagian tampak asyik bergelantungan pada hammock yang terikat di antara dua pohon, sementara sebagian lagi sibuk bermain air di pinggir pantai.

Aktivitas bermain anak-anak yang menurut saya paling seru, yakni melompat dari atas dermaga. Ditengah sengatan terik sinar mentari, membasahi diri dengan air laut memang menjadi pilihan sangat menggoda. Tanpa basa-basi, saya dan beberapa rekan langsung ikut bermain lompat-lompatan bersama bocah pantai di sana.

Bersantai di atas hammock.*

Serunya melompat dari dermaga Pulau Semujur.*

Rumah yang didirikan oleh warga di Pulau Semujur sebagian besar merupakan bangunanan semi permanen, yang terbuat dari bilik dan kayu. Dari gambar udara terlihat, jumlahnya hanya sekitar 80-an unit.

Hampir seluruh penduduk menggantungkan hidup dari hasil laut. Sebagian besar dari mereka adalah nelayan. Namun ada pula beberapa orang yang memilih untuk mengelola keramba jaring apung dan melakukan budidaya rumput laut.

Membuat bubu (perangkap ikan).*

Selain jaring dan pancing, alat tangkap ikan yang banyak digunakan masyarakat sekitar adalah bubu atau perangkap, yang terbuat dari anyaman ram kawat. Entah bagaimana cara kerjanya. Namun para nelayan percaya, bubu merupakan alat yang efektif untuk menjerat jenis ikan kerapu serta ikan karang.

Menurut cerita beberapa warga, nelayan biasa berlayar ke laut lepas selama empat hingga lima hari. Dalam periode tersebut,  mereka akan mampu membawa pulang ikan hingga sebanyak puluhan kilogram. Kalau sedang beruntung, tangkapannya bahkan bisa mencapai lebih dari 100 kilogram.

Ikan-ikan ini kemudian dijual pada pengepul atau tengkulak yang telah menunggu di wilayah daratan. Harganya jualnya bervariatif, terjantung jenis dan berat dari hasil tangkapan.

Beberapa literatur menyebut, rata-rata dari penduduk Pulau Semujur merupakan Suku Bugis. Konon, mereka datang dari wilayah asalnya di Pulau Sulawesi, untuk menjadi nelayan di wilayah tersebut.

Tapi tanpa saya duga, ada juga beberapa warga asal Pantai Pangandaran, Jawa Barat. “Kaleresan wae aya nu ngajakan damel di dieu, Kang. – Kebetulan saja ada yang mengajak kerja di sini, Kang,” ucap salah satu nelayan yang namanya saya lupa. Ah, senang rasanya bisa bercakap dengan Bahasa Sunda di daerah orang.

Nelayan di Pulau Semujur mengecat perahu.*

Rasa kagum saya ternyata tak berhenti sampai di situ. Sedikit menyeberang ke bilah utara, kita akan dapat menikmati keindahan alam Pulau Panjang. Jaraknya sangat dekat, hanya sekitar 600 meter dari Pulau Semujur.

Sesuai namanya, pulau ini memiliki hamparan pasir putih yang berbentuk memanjang. Bagian ujung pulau banyak ditumbuhi hijaunya pohon mangrove khas pesisir. Saat gelombang pasang tiba, terutama pada malam hari, sebagian daratan akan menghilang tertutup air laut.

Pulau Panjang, Bangka Tengah, Bangka Belitung.*

Berbeda dengan Pulau Semujur yang memiliki banyak penduduk, Pulau Panjang merupakan pulau tak berpenghuni. Hanya terlihat sebuah gubuk kecil, yang sepertinya digunakan nelayan untuk menyimpan peralatannya pasca berlayar.

Pasir putih bersih yang bersanding dengan jernihnya air laut, sungguh memanjakan mata. Jauh dari hingar bingar, membuat suasana di lingkungan sekitar terasa amat tenang. Terlebih lagi, saat itu tidak ada pengunjung lain yang tengah berwisata. Serasa bermain di private island.

Selepas tugas shooting, kami langsung terhanyut dengan aktivitas masing-masing. Sebagian sibuk selfie dengan ponselnya, ada pula yang bermain dengan gundukan pasir seperti bocah ingusan.

Saking asyiknya saya sampai lupa, kami ternyata masih punya janji untuk bertemu dengan salah satu pejabat daerah di Kota Pangkalpinang. Tanpa saya sadari, belasan missed call dan pesan di whatsapp messenger telah bertengger di layar ponsel. Damn!***

 

Tinggalkan komentar