Nestapa di Balik Pesona Kolong Biru


Kolong Biru, Januari 2018.*

Kolong Biru. Saya sedikit bingung memilah kata untuk mendeskripsikan lokasi satu ini. Entah mesti dianggap sebuah “pesona” atau justru “nestapa”. Apakah merupakan “objek wisata”, atau malah “objek derita”. Tergantung dari sisi mana Anda menilainya.

Saya pertama kali datang ke tempat ini pada April 2017 lalu. Kebetulan ada undangan dari Dinas Pariwisata Provinsi Bangka Belitung, untuk meliput beberapa lokasi wisata yang ada di Bumi Laskar Pelangi ini. Saat itu, Pemerintah Daerah Bangka Selatan maju sebagai tuan rumah, yang memperkenalkan Kolong Biru sebagai destinasi andalan milik wilayahnya.

Kesan pertama begitu menggoda. Bentuk Danau Kaolin – sebutan lain Kolong Biru – sekilas menyerupai kawah di kawasan pegunungan. Tapi secara visual nampak lebih indah, karena gradasi warna air yang sangat mencolok. Sebagian berwarna biru tosca, sebagian lagi hijau. Kedua bagian air berwarna tersebut terpisahkan oleh gundukan tanah berwarna putih bersih. Sungguh menawan.

Batas pemisah antara kolam air biru dan hijau. Dok pribadi, April 2017.*

Kolam dengan air berwarna hijau di Kolong Biru. Dok pribadi, April 2017.*

Hal serupa nyatanya diamini oleh sejumlah rekan kerja, saat saya berkunjung ke Kolong Biru untuk kedua kalinya pada awal Januari 2018. “Waah, gila keren banget,” demikian komentarnya. Tidak sampai lima menit, enam kru liputan yang saya bawa langsung sibuk dengan aktivtasnya masing-masing. Kamerawan mengabadikan landscape, droner langsung merekam gambar udara, sementara sisanya sibuk selfie dengan ponselnya masing-masing.

Mengabadikan landscape.*

Selfie bersama kru liputan.*

Fina Phillipe (kiri) dan Albern Sultan (kanan), pembawa acara program Travel Addict GTV.*

Turis ala-ala.*

Booming soal fenomena Kolong Biru sebenarnya bukan baru terjadi belakangan. Akhir tahun 2015, bekas lokasi pertambangan kaolin ini sempat hits di media sosial. Beberapa netizen bahkan menyebut danau ini mirip dengan Islandia, karena hamparan tanah yang mengelilinginya dianggap serupa dengan salju (Simak artikel lengkapnya di sini: Detik Travel).

Mungkin juga, media sosial lah yang punya andil besar dalam menciptakan “sengketa” antar dua wilayah, yakni Bangka Selatan dan Bangka Tengah. Semakin tenar, semakin banyak pengunjung, semakin menggoda pula untuk dikelola sebagai kawasan wisata. Hingga akhirnya, pemerintah daerah di kedua wilayah tersebut saling klaim terkait status Kolong Biru. Maklum, pariwisata merupakan salah satu sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai sumber pendapatan daerah.

Saya sempat mempertanyakan perihal status administratif Kolong Biru ini pada Wakil Bupati Bangka Selatan, Riza Herdavid. “Itu kan perbatasan dua wilayah, jadi tergantung kamu masuk dari mana. Kalau masuknya dari Desa Air Bara, itu wilayah kami,” katanya. Dalam bincang santai usai jamuan makan malam tersebut, Pak Riza juga bilang bahwa kedepannya, objek wisata ini akan dikelola bersama oleh dua wilayah.

Kabupaten Bangka Tengah mengukuhkan eksistensinya.*

Namun nyatanya, semua bertolak belakang dengan kondisi saat saya kembali datang, Januari 2018. Kabupaten Bangka Tengah telah mengukuhkan eksistensinya sebagai ‘pemilik sah’ dari objek wisata tersebut. Ini terlihat dari adanya pagar serta papan nama wilayah yang terpatok di sekitar lokasi. Mereka juga membuat fasilitas khusus berupa “Bike Park” bagi para pecinta olahraga downhill.

Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Bangka Selatan bahkan menolak diliput, saat saya ajak untuk bermanuver dengan motor trail di sekitar Kolong Biru. Dari informasi yang saya dapat, intinya sih mereka sakit hati. Susah payah membangun akses keren (track motor trail adventure) menuju Kolong Biru, eh, belakangan muncul keputusan Kemendagri yang menyatakan bahwa wilayah ini milik Bangka Tengah. Ah, sudahlah. Ini soal konflik kepentingan.

Terlepas dari semua itu, perlu diakui bahwa pada dasarnya, Kolong Biru hanyalah bekas daerah eksploitasi tambang yang kondisinya memprihatinkan. Hanya kebetulan saja, setelah bertahun-tahun ditinggalkan, cerukan di tempat ini menampung air hujan hingga akhirnya membentuk sebuah danau nan indah.

Sebenarnya masih banyak kolong-kolong lain di wilayah Bangka Belitung, yang membutuhkan reklamasi untuk penanganannya. Apakah ada yang memperebutkan? Entahlah. Padahal mungkin, Bangka Belitung akan lebih indah, jika pemangku kebijakan di daerahnya sudi “rebutan lahan” untuk memulihkan alam yang rusak akibat masifnya pertambangan.***

Pengunjung Kolong Biru

Terutama di akhir pekan, Kolong Biru selalu ramai pengunjung dari berbagai daerah.*

Tinggalkan komentar